Biografi Singkat Ibnu Haitham
Banyak yang
sependapat jika fisikawan terbesar sepanjang sejarah adalah Isaac Newton. Tapi
fisikawan Islam lahir lebih awal pada 965 sebelum masehi, di wilayah yang kini
disebut Irak. Isaac Newton tanpa ada
yang berani membantah adalah bapak ilmu optis modern. Semua pelajaran serta
buku wajib berdasarkan penelitiannya mengenai lensa dan prisma. Dialah yang
melakukan penelitian mengenai cahaya dan pemantulan, serta pembiasan cahaya
menjadi warna pelangi.
Sebuah laporan BBC
menyebutkan dalam hal ilmu optis, Newton mempelajari dari ilmuwan yang hidup
700 tahun sebelumnya. Ilmuwan itu lahir pada 965 sebelum masehi di wilayah yang
kini disebut Irak bernama al-Hassan Ibn al-Haytham.
Sejarah telah membuktikan betapa dunia Islam
telah melahirkan banyak golongan sarjana dan ilmuwan yang sangat hebat dalam
bidang falsafah, sains, politik,
kesusasteraan, kemasyarakatan, agama, pengobatan, dan sebagainya. Salah
satu ciri yang dapat diperhatikan pada para tokoh ilmuwan Islam ialah mereka
tidak sekedar dapat menguasai ilmu tersebut pada usia yang muda, tetapi dalam
masa yang singkat dapat menguasai beberapa bidang ilmu secara bersamaan.
Walaupun tokoh ini lebih dikenal dalam bidang sains dan pengobatan tetapi dia
juga memiliki kemahiran yang tinggi dalam bidang agama, falsafah, dan
sebagainya. Selain itu ia juga dikenal sebagai seorang yang miskin dari segi material tetapi kaya dengan ilmu
pengetahuan. Berikut sekilas tentang salah satu tokoh Islam yang terkenal
tersebut, biografi Ibnu Haitham.
Nama lengkapnya
Abu Ali Muhammad al-Hassan ibnu al-Haitham (Bahasa Arab:ابو علی، حسن بن حسن بن الهيثم) atau Ibnu
Haitham lahir di Basra, 965 M dan meninggal di Kairo, 1039 M ketika usianya 74
tahun, dikenal dalam kalangan cerdik pandai di Barat, dengan nama Alhazen, adalah seorang ilmuwan Islam
yang ahli dalam bidang sains, falak, matematika, geometri, pengobatan, dan
filsafat. Ia memulai pendidikan awalnya di Basrah sebelum dilantik menjadi
pegawai pemerintah di bandar kelahirannya. Setelah beberapa lama berkhidmat
dengan pihak pemerintah di sana, beliau mengambil keputusan merantau ke Ahwaz
dan Baghdad. Di perantauan beliau telah melanjutkan pengajian dan menumpukan
perhatian pada penulisan.
Kecintaannya kepada ilmu telah membawanya
berhijrah ke Mesir. Kemasyhurannya sebagai ilmuwan menyebabkan pemerintah Bani Fatimiyah di Mesir waktu itu,
yaitu Pemerintah Khalifah Al-Hakim bin Amirillah (386-411H/996-1021M)
mengundangnya ke Mesir. Maksud undangan Dinasti Fatimiyah itu adalah
memanfaatkan keluasan ilmu yang dimiliki oleh Ibnu Haitham. Beliau diharapkan
mampu mengatur banjir Sungai Nil yang kerap kali melanda negeri itu setiap
tahun. Selama disana beliau juga memanfaatkan kesempatan itu untuk menyalin
buku-buku mengenai matematika dan falak. Tujuannya adalah untuk mendapatkan
uang cadangan dalam menempuh perjalanan menuju Universitas Al-Azhar. Sayangnya,
beliau tidak dapat mewujudkan rancangan takungan raksasa yang dibuatnya kerana
kurang peralatan canggih yang ada pada masa itu. Untuk melindungi dirinya dari
kemurkaan pemerintah, beliau kemudian
meninggalkan pekerjaan itu dengan berpura-pura hilang ingatan. Sehingga
pada tahun 1021M Sultan Al- Hakim bin Amirillah telah mangkat
dan dari tarikh itulah Ibnu Haitham kembali normal dan aktif dalam kegiatan
ilmu.
Hasil daripada usaha itu, beliau telah
menjadi seorang yang amat mahir dalam bidang sains, falak, matematik, geometri,
pengobatan, dan falsafah. Sebelum itu beliau telah pergi ke Andalusia
(Sepanyol), kiblat ilmu pengetahuan Eropa pada masa itu. Disana beliau
mempelajari optik sehingga terkenal dalam bidang
optik. Kini tulisannya mengenai mata, telah menjadi salah satu rujukan yang
penting dalam bidang pengajian sains di Barat. Malahan kajiannya mengenai
pengobatan mata telah menjadi asas kepada pengajian pengobatan modern mengenai
mata.
Nama Al Hasan muncul bersamaan dengan mulai
perkembangan ilmu pengetahuan alamiah baru seperti kimia, matematika dan
astronomi secara besar-besaran di dunia arab. Pada sekitar tahun 1000 masehi
mulai mengarang buku tentang optik yang selesai dalam 7 buku. Buku tersebut
menguraikan secara jelas mengenai sistimoptik, lensa mata juga membahas
hukum-hukum mengenai kaca cembung dan cekung, kaca yang berbentuk bulat
serta menjelaskan masalah refraksi lebih mendalam. Dikatakannya pula bahwa
makin banyak cahaya yang datang pada suatu titik, makin panas titik tersebut.
Sinar yang datang pada cermin bulat, sejajar dengan sumbu utama akan
dipantulkan lewat titik pusat. Ditambahkannya pula bahwa ssinar datang dan
sinar pantul berada pada suatu bidang datar.
Al Hasan mendukung pendapat Democritus dan Aristoteles yang
menyatakan bahwa cahaya berasal dari benda itu sendiri, kemudian mengenai mata
kita sehingga timbul kean melihat. Ditambahkan bahwa diameter matahari itu
berubah-ubah, kadang-kadang membesar dan kadang-kadang mengecil.
Al Hasan pernah dipanggil oleh salah seorang
Khalifah, karena ia diketahui sebagai slah seorang yang pintar untuk dibawa ke
Mesir. Dimesir ia diminta untuk memikirkan sistem irigasi sungai Nil. Tetapi karena
membuat beberapa kesalahan ia tidak disenangi Khalifah.
Al Hasan belajar dari orang-orang yunani,
tetapi dari apa yang dipelajari ia banyak mengubah dengan pendapatnya sendiri.
Banyak problema-problema di dalam optika diajukannya, mislanya:”diamanakah
letak titik -titik pusat pengelihatan itu”, problema ini ternyata membuat
Al Hasan terkenal di eropa. Disamping problema yang diajukannnya tersebut, Al
Hasan merupakan orang pertama yang mengajukan gambaran secara mendalam mengenai
mata manusia. Nama-nama dari bagian mata seperti retina, cornea, iris dan lainnya berasal dari terjemahan Al Hasan dari
bahasa arab.
Karya dan Penelitian
Ibn-al Haytham
merupakan yang melakukan investigasi awal mengenai cahaya. Oleh karena itu Ibn
al-Haytham bisa disebut sebagai bapak metode ilmu modern. Sebagai diketahui,
pendekatan dalam meneliti sebuah fenomena untuk mendapatkan ilmu baru atau
memperbaiki yang sudah ada, adalah melalui pengumpulan data observasi dan
pengukuran. Kemudian dilakukan formulasi dan mengujicoba hipotesis untuk
menjelaskan data.
Tapi banyak yang
mengklaim metode ilmu modern belum terbentuk hingga awal 17 oleh ilmuwan
Prancis Bacon dan Rene Descartes. Tapi metode ilmiah
yang digunakan oleh Ibn al-Haytham
bisa disebut yang pertama. Karena menekankan pada data eksperimen dan hasil
yang didapat, menyebabkan Ibn al-Haytham sering disebut sebagai ilmuwan sejati
pertama. Dia juga yang memberikan definisi paling benar bagaimana manusia bisa
melihat sebuah obyek
Ibnu Haitham merupakan ilmuwan yang gemar
melakukan penyelidikan. Penyelidikannya mengenai cahaya telah memberikan ilham
kepada ahli sains barat seperti Boger, Bacon, dan Kepler untuk membuat mikroskop serta teleskop. Ia merupakan
orang pertama yang menulis dan menemukan berbagai data penting mengenai cahaya.
Beberapa buah buku mengenai cahaya yang
ditulisnya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, antara lain Light dan
On Twilight Phenomena. Kajiannya banyak membahas mengenai senja dan
lingkaran cahaya di sekitar bulan dan matahari serta bayang-bayang dan gerhana.
Menurut Ibnu Haitham, cahaya fajar bermula apabila matahari berada di garis 19
derajat di ufuk timur. Warna merah pada senja pula akan hilang apabila matahari
berada di garis 19 derajat ufuk barat. Dalam kajiannya, beliau juga telah
berhasil menghasilkan kedudukan cahaya seperti bias cahaya dan pembalikan
cahaya.
Ibnu Haitham juga turut melakukan percobaan terhadap kaca yang dibakar, dan dari
situ ditemukanlah teori lensa pembesar. Teori itu telah digunakan oleh para
ilmuwan di Itali untuk menghasilkan kaca pembesar yang pertama di dunia. Yang
lebih menakjubkan ialah Ibnu Haitham telah menemui prinsip isi padu udara
sebelum seorang ilmuwan yang bernama Trricella
yang mengetahui perkara itu 500 tahun kemudian. Ibnu Haitham juga telah
menemukan kewujudan tarikan gravitasi sebelum Isaac Newton mengetahuinya. Selain itu, teori Ibnu Haitham mengenai
jiwa manusia sebagai satu rentetan perasaan yang bersambung-sambung secara
teratur telah memberikan ilham kepada ilmuwan barat untuk menghasilkan wayang
gambar. Teori beliau telah membawa kepada penemuan film yang kemudiannya
disambung-sambung dan dimainkan kepada para penonton sebagaimana yang dapat
kita lihat pada masa kini.
Selain sains, Ibnu Haitham juga banyak
menulis mengenai falsafah, logik, metafizik, dan persoalan yang berkaitan
dengan keagamaan. Ia turut menulis ulasan dan ringkasan terhadap karya-karya
sarjana terdahulu. Penulisan falsafahnya banyak tertumpu kepada aspek kebenaran
dalam masalah yang menjadi pertikaian. Padanya pertikaian dan pertelingkahan
mengenai sesuatu perkara berpuncak daripada pendekatan yang digunakan dalam
mengenalinya. Beliau juga berpendapat bahwa kebenaran hanyalah satu.
Oleh sebab itu semua dakwaan kebenaran wajar diragukan dalam menilai semua
pandangan yang sedia ada. Jadi, pandangannya mengenai falsafah amat menarik
untuk disoroti.Bagi Ibnu Haitham,
falsafah tidak boleh dipisahkan daripada matematik, sains,dan ketuhanan. Ketiga-tiga bidang dan
cabang ilmu ini harus dikuasai dan untuk menguasainya seseorang itu perlu
menggunakan waktu mudanya dengan sepenuhnya. Apabila umur semakin meningkat,
kekuatan fisik dan mental akan turut mengalami kemerosotan.
Karya
Di antara buku hasil karyanya:
1. Al'Jami' fi
Usul al'Hisab yang mengandungi teori-teori ilmu metametik dan metametik
penganalisaannya;
2. Kitab al-Tahlil
wa al'Tarkib mengenai ilmu geometri;
3. Kitab Tahlil
ai'masa^il al 'Adadiyah tentang algebra;
4. Maqalah fi
Istikhraj Simat al'Qiblah yang mengupas tentang arah kiblat bagi segenap
rantau;
5. Maqalah fima
Tad'u llaih mengenai penggunaan geometri dalam urusan hukum syarak dan
6. Risalah fi
Sina'at al-Syi'r mengenai teknik penulisan puisi.
Sumbangan Ibnu Haitham dalam dunia SAINS.
Teori
Hukum Pembiasan (fenomena atmosfera)
Selama di Spanyol, Ibnu Haitham melakukan beberapa
penyelidikan dan percobaan ilmiah berhubungan dengan bidang optik. Penemuannya
yang terkenal ialah “hukum pembiasan”,
yaitu hukum fisika yang menyatakan bahwa sudut pembiasan dalam pancaran cahaya
sama dengan sudut masuk. Menurut pengamatan Ibnu Haitham, beliau berpendapat
bahwa cahaya merah di kaki langit di waktu pagi (fajar) bermula ketika matahari
berada di 19 derajat di bawah kaki langit. Sementara cahaya warna merah di kaki
langit di waktu senja (syuruk) akan hilang apabila matahari berada 19 derajat
di bawah kaki langit selepas jatuhnya matahari. Dalam fisika moden, hukum ini
dikenali dengan nama “hukum pembiasan Snell” yang bersempena nama ahli
fisika Belanda, Willebrord van Roijen Snell.
Teori
Penglihatan (optik)
Dengan menggunakan kaedah matematik dan moden
fizik yang baik beliau dapat membuat eksperimen yang teliti, Ibnu Haitham telah
meletakkan optik pada batu asas yang kukuh. Beliau telah menggabungkan teori
dan eksperimen dalam penyelidikannya. Dalam penyelidikan, beliau telah mengkaji
gerakan cahaya, ciri-ciri bayang dan image dan banyak
lagi fenomena optik yang penting. Beliau telah menolak teori Ptolemy dan Euclid yang mengatakan
bahwa manusia melihat benda melalui pancaran cahaya yang keluar dari matanya. Tetapi
menurut Ibnu Haitham, bukan mata yang memberikan cahaya tetapi benda yang
dilihat itulah yang memantulkan cahaya ke mata manusia.
Apa yang Ibn
al-Haytham lakukan dan ilmuwan lain tidak adalah penggunaan matematika untuk
menjelaskan dan membuktikan proses itu. Ibn
al-Haytham juga yang melakukan penelitian pertama mengenai pembiasan cahaya
menjadi warna aslinya. Selain penelitian mengenai bayangan, pelangi dan
cakrawala. Dengan mengamati bagaimana sinar matahari melalui atmosfer, dia
dapat memperkirakan tinggi atmosfer sekitar 100 km
Sama seperti ilmuwan
modern lain, Ibn-al Haytham memerlukan waktu menyendiri untuk fokus menulis
pemikirannya termasuk karya besarnya di bidang optis.
Cermin
Kanta Cekung Dan Kanta Cembung
Ibnu Haitham telah menggunakan mesin lathe
(larik) untuk membuat cermin kanta cekung dan kanta cembung untuk
penyelidikannya. Dengan ini beliau telah mengkaji tentang cermin sfera dan
cermin parabolik. Beliau mengkaji Aberasi Sfera dan memahami bahwa dalam
cermin parabola kesemua cahaya dapat tertumpu pada satu titik.
Teori
Biasan Cahaya
Teori ini agak mengagumkan, beliau telah
menggunakan segi empat halatuju (beraturan) pada permukaan biasan beberapa abad sebelum Isaac Newton
memperkenalkannya di dunia Barat. Beliau juga percaya kepada prinsip masa
tersingkat bagi rentasan cahaya (Prinsip Fermat).
Ahli
Bidang Filsafah
Ibnu Haitham telah disenaraikan diantara
salah seorang ahli falsafah Aristo. Dikalangannya adalah sahabat beliau yaitu
Ibnu Sina dan al-Biruni. Ibnu Haitham mendahului Kant lebih tujuh abad lamanya.
Teori yang dilebalkan dari Kant sebenarnya datang dari beliau yaitu: “bahwa
untuk mencapai kebenaran hendaklah dengan mengetahui pendapat-pendapat yang
berunsur kepada kenyataan yang dapat digambarkan dengan akal rasional”.
Bidang Astronomi
Beliau melanjutkan pendapat ilmuwan Yunani
tentang proses pengubahan langit abstrak menjadi benda-benda padat. Dalam karya
astronominya, beliau melukis gerakan planet-plenet, tidak hanya dalam terma
eksentrik dan episiklus, tetapi juga dalam satu model fizik. Pendapatnya banya
mempengaruhi Dunia Pemikiran Barat pada zaman Johannes Kepler. Tiga abad
kemudian karya ini ditukar dalam bentuk ikhtisar oleh astronomi muslim yaitu
Nasiruddin at-Tusi.
Bidang Fisika
Dalam bidang fisika Ibnu Haitham
telah mengkaji tentang gerakan yang membuat beliau menemukan prinsip inersia dan statik. Beliau telah menetapkan dan menjadikan optik menjadi satu sains baru. Banyak kajian
beliau telah mendahului dan diikuti oleh Francis
Bacon, Leonardo da Vinci, dan Johannes Kepler.
Sumbangan Ibnu Haitham kepada ilmu sains dan
filsafat amat banyak. Walau bagaimanapun sebagian karyanya lagi telah
"dicuri" oleh ilmuwan Barat tanpa memberikan penghargaan yang patut
kepada beliau. Tapi sesungguhnya, barat patut berterima kasih kepada Ibnu Haitham
dan para sarjana Islam karena tanpa mereka kemungkinan dunia Eropa masih
diselubungi kegelapan. Kajian Ibnu Haitham telah menyediakan landasan kepada
perkembangan ilmu sains dan pada masa yang sama tulisannya mengenai falsafah
telah membuktikan keaslian pemikiran sarjana Islam dalam bidang ilmu tersebut
yang tidak lagi terbelenggu oleh pemikiran filsafat Yunani.
Sumber:
http://www.academia.edu/
http://www.kolombiografi.com/
gambar:google-search
No comments:
Post a Comment