Biografi Singkat Al-Razi
Tokoh Perintis Kedokteran Islam
Abu Bakar Muhammad bin Zakaria ar-Razi (Persia:أبوبكر الرازي)
atau dikenali sebagai Rhazes di
dunia barat merupakan salah seorang pakar sains Iran yang hidup antara tahun
864 - 930. Ia lahir di Rayy, Teheran pada tahun 251 H./865 dan wafat pada tahun
313 H/925. Ar-Razi sejak muda telah mempelajari filsafat, kimia, matematika
dan kesastraan. Dalam bidang kedokteran, ia berguru kepada Hunayn bin Ishaq di Baghdad. Sekembalinya ke Teheran, ia
dipercaya untuk memimpin sebuah rumah sakit di Ryy. Selanjutnya ia juga memimpin Rumah Sakit Muqtadari di
Baghdad. Ar-Razi juga diketahui sebagai ilmuwan serba bisa dan dianggap sebagai
salah satu ilmuwan terbesar dalam Islam.
Masyarakat Islam menguasai kepakaran bidang pengobatan
dan juga mendalami teknik perobatan
Kaldan, Parsi, India malah Arab Jahiliah. Kajian-kajian lanjut mengenai
pengobatan dikenali sebagai pengobatan Islam. Muhammad Ar Razi adalah salah
satu putera mahkota intelektualisme Islam. Selain Ibnu Sina (Avicenna) yang
dikenal sebagai perintis awal ilmu kedokteran, Muhammad bin Zakaria Ar Razi
(lebih dikenal dengan nama Ar Razi) juga menduduki derajat sebagai perintis
kedokteran modern. Abu Bakr al-Razi mendapat gelaran Gale (pakar bedah
Yunan). Dilahirkan di bandar al-Rayy, utara Teheran, Iran, pada 864 M, Ar Razi
yang bernama lengkap Abu Bakar Muhammad bin Zakaria Ar Razi itu sejak kecil
telah menunjukkan minat yang besar terhadap ilmu pengetahuan. Mulai pelajari pengobatan setelah
berusia 30 tahun.
Namun demikian, ia yang dididik dan dibesarkan dalam
lingkungan agama yang ketat, sebenarnya baru tertarik dan menekuni secara
serius masalah-masalah kedokteran justru di usia tua. Hanya saja, meski keseriusannya terhadap disiplin ilmu
yang satu ini telah ada sejak muda, kepakaran dan kejeniusan Ar Razi pada
bidang kedokteran jauh melampaui dari keahliannya di masa tua. Hal inilah yang menempatkan dirinya pada
deretan ilmuwan Muslim yang sangat disegani dan dihormati dunia Barat.
Guru pertamanya
ialah a-Bakhi, seorang pengembara yang juga merupakan tokoh di bidang falsafah. Guru kedua, Abu al-Hassan Ali Ibn Raban al-Tabari,
tokoh pengobatan dari Tabristan. Keahlian
al-Razi menjadikan beliau sebagai pengarah (Pembina) pembuatan Rumah Sakit umum al-Rai . Kemudian,
menjadi pengarah Rumah Sakit‘Adhudi, Baghdad. Beliau menetap di sana sampai diakhir
usianya pada tahun 924M. Beliau juga berkarya dalam ilmu logika, ketuhanan, psikologi, bedah
mata dan sebagainya. Buku-bulu hasil
karyanya antaralain: al-Hawi dan al-Mansuri. Beliau juga menulis buku tentang etika
doktor dan menjaga kesehatan . Beliau digolongkan sebagai ahli pengobatan kelas pertama. Beliau adalah
orang pertama menggunakan
bahan kimia sebagai obat.
Menggunakan kaedah psikologi dan perawatan
dalam merawat orang sakit.
Sebagian ahli sejarah menyebutkan, Ar Razi sebenarnya
telah menggeluti bidang filsafat,
kimia, matematika, dan kesastraan sejak muda. Mengutip ahli sejarah Ibnu
Khallikan, seorang penulis biografi Barat,
AJ Aberry, dalam pengantar buku Ar Razi, The Spiritual Physic of Rhazes
(Penyembuhan Ruhani), menulis, "Di masa mudanya, ia gemar main kecapi dan
menekuni musik vokal. Namun ketika beranjak dewasa, dia meninggalkan hobinya
ini seraya mengatakan bahwa “ musik yang
berasal dari antara kumis dan jenggot tidak punya daya tarik dan pesona untuk
dipuji serta dikagumi."
Sejak inilah, beberapa sumber menyebutkan Ar Razi lebih
banyak memfokuskan dirinya pada tradisi intelektualisme di sekitar filsafat,
logika, eksakta, dan kedokteran. Yang terakhir ini, seperti disinggung di atas,
mendapat porsi khusus dari energinya di usia tua. Pada bidang ini, ia sampai
meluangkan waktu khusus ke Baghdad, Irak, guna memperdalam kedokteran. Kala
itu, Baghdad dikenal pada puncak keemasan intelektualisme. Baghdad yang kala
itu menjadi pusat pemerintahan imperium Bani Abbasiyah, semakin menegaskan diri
sebagai pusat ilmu pengetahuan, khususnya ketika tahta kekuasaan diperintah
oleh Khalifah Al Manshur (754-775
M), Harun Al Rasyid (wafat 809 M),
hingga Khalifah Al Makmun (813-833
M).
Di kota Baghdad ini, Ar Razi berguru pada Humayun Ibnu Ishaq, seorang ulama yang
menguasai ilmu pengobatan dengan baik. Dari guru yang telah lama berpraktik di
bidang pengobatan inilah, Ar Razi menguasai dengan baik dasar-dasar teknik
pengobatan. Sekembali dari Baghdad, Ar Razi memutuskan untuk membaktikan
dirinya pada masyarakat, khususnya pada bidang yang selama ini ia tekuni,
kedokteran. Dalam waktu tak lama, lantaran kepakarannya, ia memperoleh
perhatian khusus dari penguasa setempat. Karena reputasi dan kelebihannya
itulah pemerintah kemudian memutuskan memberi amanat pada dirinya untuk
memimpin sebuah rumah sakit di Teheran. Selain menjadi dokter, tokoh yang
dikenal pula dengan kerendahan hatinya ini tak kurang mengoptimalkan
pengabdiannya dengan mengajar.
Tercatat, para mahasiswanya tak hanya berdatangan dari
berbagai penjuru dunia Islam, tapi juga dari negara-negara Barat. Setiap
kuliahnya selalu dipadati para mahasiswa. Dan patut dicatat, Ar Razi menerapkan
metode perkuliahan yang bisa dikata unik tapi sangat mendidik. Yakni
perkuliahan diatur sedemikian rupa agar beberapa penceramah senior dan yunior
dapat membahas berbagai macam pertanyaan yang mampu mereka jawab, dan hanya
merujuk kepadanya jika persoalan-persoalan yang melampaui batas jangkauan
pengetahuan mereka. Tampaknya, cara ini pula yang kini banyak dikembangkan di
mayoritas universitas terkemuka di Barat dan sebagian di dunia Timur.
Dalam buku Ibnu Nadim yang berjudul Fihrist, ar-Razi
diberikan gelar Syaikh karena
dia memiliki banyak murid. Selain itu, ar-Razi dikenal sebagai dokter yang baik
dan tidak membebani biaya pada pasiennya saat berobat kepadanya
Dalam perjalanan karirnya ini pula, tokoh yang di Barat
dikenal dengan nama Rhazes ini harus
meninggalkan pengabdiannya di kota kelahirannya untuk memenuhi penggilan
penguasa Baghdad. Di kota ini, penguasa setempat mempercayai Ar Razi sebagai
kepala rumah sakit di kota yang juga dikenal dengan sebutan "Kota
Seribu Satu Malam" ini. Dengan demikian, selain memberikan
teori-teorinya, Ar Razi juga langsung mempraktikkan ilmunya dalam perawatan
pasien di berbagai rumah sakit di Teheran dan Baghdad. Selama menekuni dunia
pengobatan, Ar Razi dikenal kedokteran modern, khususnya di dunia Barat. Selama
35 tahun ia berpraktik pada disiplin ilmu tersebut, Ar Razi tak hanya
berkeliling dari satu tempat ke tempat lain di Baghdad maupun di Rayy, Teheran.
Tapi sekaligus juga daerah-daerah di luar kedua kota itu tak kurang ia kunjungi
untuk pengabdian pada masyarakat setempat
Sebagai seorang dokter utama di rumah sakit di
Baghdad, ar-Razi merupakan orang pertama yang membuat penjelasan seputar
penyakit cacar: "Cacar
terjadi ketika darah 'mendidih' dan terinfeksi, dimana kemudian hal ini akan
mengakibatkan keluarnya uap. Kemudian darah muda (yang kelihatan seperti
ekstrak basah di kulit) berubah menjadi darah yang makin banyak dan warnanya
seperti anggur yang matang. Pada tahap ini, cacar diperlihatkan dalam bentuk
gelembung pada minuman anggur. Penyakit ini dapat terjadi tidak hanya pada masa
kanak-kanak, tapi juga masa dewasa. Cara
terbaik untuk menghindari penyakit ini adalah mencegah kontak dengan penyakit
ini, karena kemungkinan wabah cacar bisa menjadi epidemi.
Diagnosa ini kemudian dipuji oleh Ensiklopedia Britanika (1911) yang menulis: "Pernyataan
pertama yang paling akurat dan tepercaya tentang adanya wabah ditemukan pada
karya dokter Persia pada abad ke-9 yaitu Rhazes,
dimana dia menjelaskan gejalanya secara jelas, patologi penyakit yang
dijelaskan dengan perumpamaan fermentasi anggur dan cara mencegah wabah
tersebut."
Buku ar-Razi yaitu Al-Judari
wal-Hasbah (Cacar dan Campak) adalah buku pertama yang membahas tentang
cacar dan campak sebagai dua wabah yang berbeda. Buku ini kemudian
diterjemahkan belasan kali ke dalam Latin dan bahasa Eropa lainnya. Cara
penjelasan yang tidak dogmatis dan kepatuhan pada prinsip Hippokrates dalam
pengamatan klinis memperlihatkan cara berpikir ar-Razi dalam buku ini.
Berikut ini adalah penjelasan lanjutan ar-Razi:
"Kemunculan cacar ditandai oleh demam yang berkelanjutan, rasa sakit pada
punggung, gatal pada hidung dan mimpi yang buruk ketika tidur. Penyakit menjadi
semakin parah ketika semua gejala tersebut bergabung dan gatal terasa di semua
bagian tubuh. Bintik-bintik di muka mulai bermunculan dan terjadi perubahan
warna merah pada muka dan kantung mata. Salah satu gejala lainnya adalah
perasaan berat pada seluruh tubuh dan sakit pada tenggorokan."
Alergi dan demam
Razi diketahui sebagai seorang ilmuwan yang menemukan
penyakit "alergi asma", dan ilmuwan pertama yang menulis tentang
alergi dan imunologi. Pada salah satu tulisannya, dia menjelaskan timbulnya
penyakit rhintis setelah mencium bunga mawar pada musim panas. Razi juga
merupakan ilmuwan pertama yang menjelaskan demam sebagai mekanisme tubuh untuk
melindungi diri.
Farmasi
Pada bidang farmasi, ar-Razi juga berkontribusi
membuat peralatan seperti tabung, spatula dan mortar. Ar-razi juga
mengembangkan obat-obatan yang berasal dari merkuri.
Etika kedokteran
Ar-Razi juga
mengemukakan pendapatnya dalam bidang etika kedokteran. Salah satunya adalah
ketika dia mengritik dokter jalanan palsu dan tukang obat yang berkeliling di
kota dan desa untuk menjual ramuan. Pada saat yang sama dia juga menyatakan
bahwa “dokter tidak mungkin mengetahui
jawaban atas segala penyakit dan tidak mungkin bisa menyembuhkan semua
penyakit”, yang secara manusiawi sangatlah tidak mungkin. Tapi untuk
meningkatkan mutu seorang dokter, ar-Razi menyarankan para dokter untuk tetap
belajar dan terus mencari informasi baru. Dia juga membuat perbedaan antara
penyakit yang bisa disembuhkan dan yang tidak bisa disembuhkan. Ar-Razi
kemudian menyatakan bahwa seorang dokter tidak bisa disalahkan karena tidak
bisa menyembuhkan penyakit kanker dan kusta yang sangat berat. Sebagai
tambahan, ar-Razi menyatakan bahwa dia merasa kasihan pada dokter yang bekerja
di kerajaan, karena biasanya anggota kerajaan suka tidak mematuhi perintah sang
dokter.
Ar-Razi juga mengatakan bahwa tujuan menjadi dokter adalah untuk berbuat
baik, bahkan sekalipun kepada musuh dan juga bermanfaat untuk masyarakat
sekitar.
Di tengah-tengah keseriusan dan makin meningkatnya
penguasaan ilmu kedokteran, Ar Razi yang makin tua usia terserang penyakit katarak hingga membuat matanya
buta. Penglihatannya praktis tak berfungsi. Ketika ia dianjurkan untuk
berbekam, konon Ar Razi menjawab, "Tidak, aku sudah demikian lama melihat
seluruh dunia ini sehingga aku pun lelah karenanya." Pengabdian dan
kejeniusan Ar Razi ini diakui Barat. Banyak ilmuwan Barat menyebutnya sebagai
pioner terbesar dunia Islam di bidang kedokteran. "Razhes merupakan tabib
(dokter) terbesar dunia Islam, dan satu yang terbesar sepanjang sejarah," jelas Max Mayerhof.
Sementara sejarawan Barat terkenal, George Sarton mengomentari Ar Razi dengan cerdas sekali. Katanya,
"Ar Razi dari Persia itu tidak hanya tabib terbesar dunia Islam dan Abad
Pertengahan. Ia juga kimiawan dan fisikawan. Ia bisa dinyatakan sebagai salah
seorang perintis latrokimia zaman
Renaisans. Maju di bidang teori, ia memadukan pengetahuannya yang luas
melalui kebijaksanaan “Hippokratis."
Maka pada tempatnya bila umat manusia, Barat khususnya, berutang budi dan mesti
berterima kasih pada sosok ini.
Sumber:
http://tokohpenemu.blogspot.com/
http://id.wikipedia.org/
No comments:
Post a Comment